Rabu, 18 Mei 2011
BBM Non Subsidi Pertamina Dinilai MAHAL
(Sumber : Kompas; APG)
18 Mei 2011
Harga pertamax lebih tinggi dibandingkan dengan produk bahan bakar minyak nonsubsidi produsen lain. Selisih harga produk PT. Pertamina itu dengan BBM nonsubsidi lain Rp. 200 per liter. Hal itu menurunkan daya saing dan mengurangi volume penjualan pertamax.
Pengamat perminyakan, Kurtubi, menduga ada tiga penyebab harga pertamax lebih mahal dibandingkan dengan beberapa merk lain.
Pertama, PT. Pertamina kalah efisien dibandingkan dengan produk lain lantaran PT. Pertamina umumnya mengimpor high octane mogas component (HOMC)-zat aditif untuk menaikkan oktan dan mengimpor minyak mentah sebagai bahan baku BBM melalui pedagang atau perantara, bukan langsung ke produsen.
Kedua, produsen asing menggunakan strategi harga lebih nurah daripada PT. Pertamina untuk menarik pelanggan meski untung tipis.
Ketiga, kemungkinan ada kekuatan di luar direksi PT. Pertamina yang berada dibelakang layar yang menginstruksikan PT. Pertamina untuk menjual pertamax selalu lebih tinggi daripada produsen asing demi menolong produsen asing untuk menarik pelanggan agar mereka bisa berkembang.
"Hal ini tentu menjadi pertanyaan publik. Kami meminta PT. Pertamina memberi akuntabilitas kepada publik secara transparan karena Pertamina merupakan milik negara," kata Kurtubi.
Komentar penulis, "Saat harga BBM pesaing PT. Pertamina berada diatas, maka Pertamina memang laris manis. Namun keadaan berbalik, saat harga BBM pertamina menjadi paling mahal diantara pemain yang lain, para pesaing pertamina masih dapat mempertahankan harga BBMnya."
Logika yang penulis pakai lebih mudah, jika margin keuntungan selain pertamina pada hari kemarin adalah besar, dengan keadaan saat ini margin keuntungan mereka sedikit tertekan, namun masih mampu mempertahankan harga dan tentunya daya saing terhadap pertamina. Sedangkan pertamina sendiri, pada hari kemarin mempunyai margin keuntungan yang sudah mepet, dan pada hari sekarang terpaksa harus menaikkan harga BBMnya untuk mendapatkan margin keuntungan yang juga masih mepet.
Jadi siapa sebenarnya yang pandai berdagang disini, apakah Pertamina dengan semangat Nasionalisme yang menggebu-gebu namun dalam jangka panjangnya belum mampu menolong bangsanya sendiri, atau pesaing pertamina yang terlihat mahal namun malah memenuhi semangat Nasionalisme itu sendiri dan mungkin lebih berkeadilan sosial bagi para pengurus dan anggotanya masing-masing.
Silahkan para pembaca menafsirkannya masing-masing. (ditambahkan oleh : pgopta)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar